Latar Belakang Dan Ruang Lingkup Kajian

ALUKTAOKY.BLOGSPOT.COM -- Indonesia sebagai negara kesatuan terdiri atas berbagai suku bangsa, agama, budaya, ras, dan kelas sosial. Hal ini merupakan kekayaan yang patut disyukuri, dipelihara, dan bisa dijadikan sumber kekuatan. Namun, keberagaman itu dapat juga menjadi sumber konflik jika tidak disikapi dengan bijak. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal yang telah mengakar di masyarakat harus dipelihara dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan agama, kita diharapkan mampu memperhatikan pluralisme dan berwawasan kebangsaan. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat (1) dan (2) mengamanatkan bahwa pendidikan agama memiliki kontribusi yang sangat penting dalam membangun kebhinnekaan dan karakter bangsa Indonesia. Hal itu diperkuat oleh tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada penjelasan Pasal 37 Ayat (1) bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Dengan demikian, pendidikan agama dapat menjadi perekat bangsa dan memberikan anugerah yang sebesar-sebesarnya bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Untuk mencapai cita-cita pendidikan tersebut, diperlukan pula pengembangan ketiga dimensi moralitas peserta didik secara terpadu, yaitu: moral knowing, moral feeling, dan moral action (Lickona, 1991). I 4 Buku Guru Kelas I SD Pertama, “moral knowing”, yang meliputi: 

  1. moral awareness, kesadaran moral (kesadaran hati nurani);
  2. knowing moral values (pengetahuan nilai-nilai moral), terdiri atas rasa hormat tentang kehidupan dan kebebasan, tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keterbukaan, toleransi, kesopanan, disiplin diri, integritas, kebaikan, perasaan kasihan, dan keteguhan hati; 
  3. perspective-taking (kemampuan untuk memberi pandangan kepada orang lain, melihat situasi seperti apa adanya, membayangkan bagaimana seharusnya berpikir, bereaksi, dan merasakan); 
  4. moral reasoning (pertimbangan moral) adalah pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan bermoral dan mengapa kita harus bermoral; 
  5. decision-making (pengambilan keputusan) adalah kemampuan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah moral; dan 
  6. self-knowledge (kemampuan untuk mengenal atau memahami diri sendiri), dan hal ini paling sulit untuk dicapai, tetapi hal ini perlu untuk pengembangan moral. 

Kedua, ”moral feeling” (perasaan moral) yang meliputi enam aspek penting, yaitu: 

  1. conscience (kata hati atau hati nurani) yang memiliki dua sisi, yakni sisi kognitif (pengetahuan tentang apa yang benar) dan sisi emosi (perasaan wajib berbuat kebenaran); 
  2. self-esteem (harga diri). Jika kita mengukur harga diri sendiri berarti menilai diri sendiri. Jika menilai diri sendiri berarti merasa hormat terhadap diri sendiri; 
  3. empathy (kemampuan untuk mengidentifikasi diri dengan orang lain, atau seolah-olah mengalami sendiri apa yang dialami oleh orang lain dan dilakukan orang lain); dan 
  4. loving the good (cinta pada kebaikan). Ini merupakan bentuk tertinggi dari karakter, termasuk menjadi tertarik dengan kebaikan yang sejati. Jika orang cinta pada kebaikan, maka mereka akan berbuat baik dan memiliki moralitas; 
  5. self-control (kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri) dan berfungsi untuk mengekang kesenangan diri sendiri;
  6. humility (kerendahan hati) yaitu kebaikan moral yang kadang-kadang dilupakan atau diabaikan, pada hal ini merupakan bagian penting dari karakter yang baik. 

Ketiga, ”moral action” (tindakan moral), terdapat tiga aspek penting, yaitu: 

  1. 1competence (kompetensi moral) adalah kemampuan untuk menggunakan pertimbangan-pertimbangan moral dalam berperilaku moral yang efektif;
  2. will (kemauan) adalah pilihan yang benar dalam situasi moral tertentu, biasanya merupakan hal yang sulit;
  3. habit (kebiasaan) adalah suatu kebiasaan untuk bertindak secara baik dan benar. 

Selain itu, perlu pula diperhatikan prioritas dalam Pembangunan Nasional yang dituangkan secara yuridis formal dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 (UU Nomor 17 Tahun 2007), yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan Falsafah Pancasila. RPJP Nasional Tahun 2005-2025 ini kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014 yang menegaskan bahwa pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas dari sebelas prioritas pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu II. Di dalam RPJMN itu, dinyatakan bahwa tema prioritas pembangunan pendidikan adalah peningkatan mutu pendidikan. 

Bagi masyarakat suatu bangsa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan mendasar dan menentukan masa depannya. Seiring dengan arus globalisasi, keterbukaan, serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi, pendidikan akan makin dihadapkan dengan berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih kompleks. Pendidikan Nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan sumber daya manusia yang handal, tangguh, unggul, dan kompetitif. Oleh karena itu, perlu dirancang kebijakan pendidikan yang dapat menjawab tantangan dan dinamika yang terjadi. 

Pendidikan agama di sekolah seharusnya memberikan warna bagi lulusan pendidikan. Khususnya dalam merespons segala tuntutan perubahan dan dapat dipandang sebagai acuan nilai-nilai keadilan dan kebenaran, dan tidak semata hanya sebagai pelengkap. Dengan demikian, pendidikan agama menjadi makin efektif dan fungsional, mampu mengatasi kesenjangan antara harapan dan kenyataan serta dapat menjadi sumber nilai spiritual bagi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa. 

Untuk menjawab persoalan dan memenuhi harapan pendidikan agama seperti dikemukakan di atas, Pusat Kurikulum dan Perbukuan melakukan kajian naskah akademik pendidikan agama. Kajian ini sebagai pedoman dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum pendidikan agama pada semua satuan pendidikan. 

Ruang Lingkup Kajian 

ruang lingkup Pendidikan Agama Buddha ini mencakup enam aspek yang terdiri atas: (1) Keyakinan (Saddha), (2) Sila, (3) Samadh, (4) Panna, (5) Tripitaka (Tipitaka), dan (6) Sejarah. Hal tersebut dijadikan rujukan dalam mengembangkan kurikulum agama Buddha pada jenjang SD, SDM, dan SMA/ SMK. 

Keenam aspek di atas merupakan kesatuan yang terpadu dari materi pembelajaran agama Buddha yang mencerminkan keutuhan ajaran agama Buddha dalam rangka mengembangkan potensi spiritual peserta didik. Aspek keyakinan yang mengantar ketakwaan, moralitas, dan spiritualitas maupun penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan budaya luhur akan terpenuhi.

0 Response to "Latar Belakang Dan Ruang Lingkup Kajian"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel