Sejarah Kerajaan Sriwijaya | Peninggalan-Peninggalan Dan Sumber-Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya



Bukti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya ( Sumber: Duniaindo)

Alukta Oky -- Kata Sriwijaya di jumpai pertama kali di dalam prasasti Kota Kapur dari pulau Bangka. Berdasarkan telah di temukannya prasasti ini, H. Kertb pada tahun 1913, mengidentifikasikan kata Sriwijanya tadi sebagai nama seorang raja di kerajaan Sriwijaya. setelah lima tahu kemudian, yaitu tahun 1918, G. Coedes dengan menggunakan sumber-sumber prasasti dan berita cina berhasil menjelaskan bahwa kata sriwijaya yang terdapat dalam prasasti kota kapur, adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan dengan pusatnya di Palembanng. Kerajaan ini di dalam berita Cina di kenal dengan sebutan she-li-fo-she. Pendapat bahwa she-li-fo-she adalah sebuah kerajaan di Pantai Timur Sumatra Selatan, di tepi sungai Musi, dekat Palembang, juga perna di kemukakan oleh Samuel Beal pada tahun 1884. Hanya di saat itu orang belum mengenal nama Sriwijaya. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Munculnya Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan, telah mengalikan perhatian parah ahli sejarah kuna indonesia dari sejarah kerajaan Mataram. berbagai penenlitian telah di lakukan, namun hanya kurang memuaskan karena banyak hal-hal yang belum bisa di ungkapkan secara tuntas. Salah satu sebabnya ialah sumber sejarah yang ada ternyata tidak cukup untuk bisa merekonstruksikan sejarah Sriwijaya dari awal hinggap akhir. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Dari kerajaan sriwijaya sendiri kita hanya memperoleh 6 buah prasasti, yang ditemukan tersebar disumatra selatan dan pulau bangkang yaitu:

1. Prasasti Keduka Bukit 

Prasasti tertua di temukan di daerah Kedukan Bukit, di tepi sungai Tatang \, dekat Palembang. Angka tahunnya 604 S atau tahun 682 M. Sejak di terbitkan oleh ph. S van Ronkel pada tahun 1924, prasasti Kedukan Bukit telah banyak menarik perhatian para sarjana. Prasasti ini berhuruf pallawa dan bahasa Melayu Kuna, jumlanya hanya sepuluh baris. Isinya tentang:

(1) dapunta Hyang manalap siddhayatra dengan perahu pada tannggal 11 pero terang (suklapaksa), bulan waisaka, tahun 604 S (23 April 682 M); (2) pada tanggal 7 pero terang bulan jyestha (19 Mei 682 M) Dapunta Hyang berangkat dari minanga membawa tentara dualaksa dan 200 peti (kosa) perbekalan dengan perahu serta 1312 orang tentara berjalan di darat, datang di suatu tempat yang bernama ma . . . ; (3) pada tanggal 5b pero terang, bulan Asadha (16 juni 682 M) dengan suka cita merekah datang di suatu tempat dan membuat kota (wanua) dan kerajaan sriwijaya memperoleh kemenangan, perjalananya berhasil dan seluruh negara memperoleh kemakmuran. (Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993)).

2. Prasasti Talang Tuo

Prasasti lainnya di temukan di daerah talang tuo, sebelah barat kota Palembang sekarang, oleh presiden Westenenk pada tahun 1920. Prasasti ini terdiri dari 14 baris dalam bahasa melayu kuna, dan ditullis dengan huruf pallawa, Angka tahunya 606 S atau 23 mart 684 M. Isinya  tentang;

pembuatan Kebunsriksetra atas perintah Punta Hyang Sri Jayanasa, untuk kemakmuran semuah makhlup. Disamping itu juga ada pula doa dan harapan yang jelas menunjukan sifat agama buddha. (Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993)).

3. Prasasti Telaga Batu

Di Telaga Batu, dekat Palembang juga  di temukan sebuah prasasti berbahasa melayu kuna dan berhuruf pallawa. Prasasti ini bagian atasnya di hiasi dengan tuju kepalah ular cobra berbentuk pipih dengan mahkota berbentuk permata bulat. Lehernya mengembang dengan hiasan kalung. Hiasan ular cobra ini bersatu dengan permukaan batu datar di bagia belakang. Jumlah barisanya ada 28 dalam keadaan yang sangat uas, bahkan beberapa huruf tidak dapat di baca. Dibagian bawah prasasti ada cerat (pancuran) seperti halnya yoni. prasasti ini tidak memuat angka tahun. Prasasti ini berisi tentang;

Kutukan-kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat kepada perintah raja. Selain itu prasasti ini juaga memuat data-data bgi penyusunan ketatanegaraan Sriwijaya, seperti: yuvaraja(putra mahkota), pratiyuvaraja (putra raja kedua), rajakumara (putra raja ketiga), rajaputra (putra raja keempat), bhupati (bupati), senapati (pemimpin pasukan), nayaka, pratyaya, haji pratyaya (orang kepercayaan raja?), dandanayaka (hakim), tuhaan varna, vasikarana (nakhoda kapal), vaniyaga, pratisara, marsi haja, hulunhaji (saudagar, pemimpin, tukang cuci, budak raja), datu dan kandatuan. (Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993)).

4. Prasasti Kota Kapur

Disamping ketiga prasasti terrsebut di atas, masih ada tiga prasasti lagi yaitu prasasti kota kapur yang di temukan dekat sungai menduk di pulau bangka bagian barat. Prasasti ini mungkin di bawah dari luar pulau, karena jenis batu yang di pakai tidak di  jumpai di pulau ini. Bentuk huruf dan bahasa yang di pakai sama dengan prasasti-prasasti yang telah di uraikan terdahulu. Isi 10 baris, yang berisi tentang:

kutukan kepada mereka yang berbuat jahat, tidak tunduk kepada dan setia kepada raja akan celaka keterangan yang terpenting ilah mengenai usaha Sriwijaya untuk mmenaklukkan bhumi jawa yang tidak tunduk kepada sriwijaya. (Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993)).

Berdasarkan kalimat di atas tadi G. Coedes berpendapat bahwa pada saat prasasti kota kapur ini di buat, tentara Sriwijaya baru saja berangkat untuk berperang melawan Jawa. Adapun kerajaan yang di serangnya yaitu kerajaan taruma,yang sejak tahun 666 - 669 M, tidak terdengar mengirimkan utusan lagi ke cina, Kerajaan taruma ini merupakan inti dari exspansi kekuasaan sriwijaya di jawa selanjutnya yang dibuktikan oleh adanya prasasti dari juru pangambat di Jawa Barat dan prasasti Gondosuli di daerah kedu, jawa tengah. Sementara itu P.V. van Stein Callenfels menduga bahwa yang di maksud dengan kata jawa dalam prasasti kota kapur, bukanlah merupakan nama, tetapi sebagai kata sifat yang berarti "luar", artinya prasasti ini berkenaan dengan suatu expedisi ke luar negeri. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

5. Prasasti Karang Brahi

Prasasti lain yang hampir sama bunyinya dengan prasasti kota kapur yaitu prasasti yang ditemukan oleh L.M. Berkhout tahun 1904 di daerah Karang Brahi, di tepi Sungai Marangin, cabang Sungai Batang Hari di Jambi Hulu. Prasasti ini tidak menyebut kkalimat terakhir dari prasasti kota kapur, yang memuat angka tahun dan usaha penyerangan Bhumi Jawa. Selain itu baris 1-4 prasasti ini di tulis denga dialek yang berbeda dengan baris selanjutnya. Bagian ini telah beberapa kali di coba oleh parah ahli untuk memberikan artinya, dan usaha yang terakhir di lakukan oleh L.Ch. Damais. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

6. Prasasti Palas Pasemah

Dari daerah palas Pasemah ditemukan sebuah prasasti yang isinya hampir sama dengan Prasasti Kota Kapur dan Karang Brahi. Prasasti ini di temukan pada tahun 1958 di tepi sungai (Way) Pisang Anak Sungai Sekapung, Lampung Selatan.Prasasti seperti halnya Prasasti Karang Bhari, juga tidak memuat baris terakhir Prasasti Kota Kapur yang menyebut angka tahun dan serangan atas Bhumi Jawa. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Selai dari enam prasasti disebut terdahulu, masih ada  prasasti singkat seperti Fragmen prasasti yang di temukan tahun 1928 di daerah bukit suguntang. Fragmen terdiri dari 21 baris dan menyebut adanya peperangan, seperti yag terterah pada baris ke 10 yang berbunyi tida tahu pira marvyu(ha) atau tidak tahu berapa banyak yang berperang. Kemudian baris ke 5 yang berbunyi vanak prahmirahna atau banyak darah tertumpah. Lalu baris ke 9 yaitu pauravirakta atau merah (oleh darah) penduduknya, serta mamancak yam praja ini yang diduga berkenaan dengan peperangan itu sendiri. Fragmen ini juga memuat kutukan kepada mereka yang berbuat salah. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Prasasti singkat lainya, berupa dua buah fragmen prasasti dari tanah liat. Bahasa yang di pakai bahasa sangsekerta. Isinya tentang kemenangan raja sriwijya atas tentaranya sendiri yang membangkang, bukan atas musuhnya dari luar.Fragmen prasasti lain dari Telaga Batu berupa prasasti batu yang isisnya melengkapi prasasti kedukan bukit. Fragmen selanjutnya di temukan di bukit sugintang di sebelah barat kota palembang. Menurut Casparis prasasti ini ada hubungannya agama buddha. Hal ini di simpulkan dari adanya kata siksyaprajna yang harus dibaca siksaprajna atau siksa dan prajna yaitu dua pengartian dasar di dalam agama buddha Mahayana dan beberapa sekte Agama Buddha Hinayana. Beberapa prasasti pendek lainnya dari daerah Telaga Batu hanya berisi perkataan srivijaya jaya siddhayatra dan jaya siddhayatra sarvvasatra. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Dari keterangan-keterangan yang terdapat dalam prasasti-prasasti tersebut dapat di simpulkan bahwa Sriwijaya telah meluaskan daerah kekuasaanya mulai dari daerah Melayu di sekitar Jambi sekarang sampai ke pulau Bangkang dan daerah Lampung Selatan, serta usaha menaklutkan pulau jawa yang jadi saingan dalam bidang pelayaran dan perdangan dengan luar negeri.

Mungkin ini saja informasi mengenai sejarah kerajaan sriwijaya dan peninggalan-peninggalan kerajaan sriwijaya, semoga artikel ini bermamfaat!!!


Referensi:

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka




0 Response to "Sejarah Kerajaan Sriwijaya | Peninggalan-Peninggalan Dan Sumber-Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel