Struktur Birokrasi, Perkembangan Perdagangan, Dan Hubungan Kerajaan Sriwijaya Dengan Luar Negeri

Kegiatan perdagangan di kerajaan Sriwijaya ( sumber: buku sejarah nasional)

Alukta Oky -- Agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah dan kebudayaan. Perlu kita ketahui, salah satu hal yang perluh kita tata dan pelajari yaitu sejarah dan budaya, salah satunya yaitu sejarah tentang kerajaan Sriwijaya. Adapun yang akan saya bahas tentang kerajaan sriwijaya yaitu, mengenai struktur kerajaan sriwijaya.

1. Struktur Birokrasi

Dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan besar lainnya, di jaman kuna Indonesia, sriwijaya menunjukkan kekhasannya.  Setelah di temukannya prasasti- prasasti pada abad kke VII dan VIII, yaitu masa awal tumbuhnnya Sriwijaya sebagai suatu kekuatan. Dari prasasti tersebut timbul kesan bahwa masa itu adalah masa penaklutan. Tentara Sriwijaya bergerak diseluruh Negara dalam suatu usaha pasifikasi. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Menarik pula bahwa sebagian dari prasasti-prasasti itu mengandung ancaman kutukan yang ditujukan kepada keluarga raja sendiri. Walaupun hal tersebut kedengaran aneh, tetapi ada pendapat yang menganggap hal itu mungkin. Sebabnya ialah karena keluarga raja yang di ancam itu memang berada diluar pengawasan langsung. Mereka adalah anak-anak raja yang diberi kuasa di daerah-daerah. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Sikap tersebut dilakukan karena Negara ini merupakan Negara yang hidup dari system perdagangan.  Jika benar Negara ini hidup dari system perdagangan, berarti bahwa penguasaannya harus menguasai jalur-jalur perdagangan dan pelabuhan-pelabuhan ini, dengan sendirinya memerlukan langsung dari penguasa. Oleh karena itu tidaklah heran kalau raja Sriwijaya tidak dapat membenarkan sikap tidak setia, meskipun hanya sedikit, termasuk dari anaknya sendiri.  Dalam proses tersebut Sriwijaya telah mengembangkan ciri khasnya. Ciri-ciri ini berbeda dengan kerajaan mataram misalnya, yang merupakan sebuah kerajaan yang lebih bersifat agraris. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).
2. Hubungan Dengan Luar Negeri

Sumatra merupakan pulau besar di Indonesia bagian barat yang terdekat letaknya dengan daratan Asian Tenggara. Di antara Sumatra dan semenanjung Tanah Melayu, suatu jazirah yang merupakan bagiann dari daratan Asia tenggara, hanya terdapat sebuah selat yang tidak begituu lebar, yaitu selat malaka. Kedudukan geografis ini merupakan suatu factor yang besar pengaruhnya pada  sejarah yang dialami oleh pulau ini. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Dari berita cina Adad V dapat diketahui adanya sebuah Negara yang disebut Kan-t’o-li. Letaknya disebuah pulau di laut selatan. Menurut para peneliti Kan-t’o-li adalah sebuah Negara di Sumatera. Kan-t’o-li mengirimkan utusan ke Negara cina sejak abad V hinggap kurang lebih pertengahan abad VI. Setelah itu namanya tidak disebut-sebut dalam berita cina. Nama ini baru muncul kembali pada abad XIV dalam berita cina yang menjelaskan bahwa Sriwijaya pada waktu dahulu disebut Kan-t’o-li. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Berita terakhir sebelum Abad XIV mengenai kan-t’o-li ialah mengenai kedatangan utusan dari Negara ini di Cina pada tahun 563. Berita cina yang menyebutkan kedatangan utusan dari Sumatera yang berikutnya berasal dari tahun 644 atau awall 564 M. Negara yang mengirim utusan tadi disebut Mo-lo-yeu. Dalam berita-berita cina selanjutnya tidak ada sebutan tentang sebuah Negara di sumatera yang mengirim utusan ke Negara cina kecuali sriwijaya. Hubungang yang erat antara sriwijaya dengan istana kaisar cina merupakan salah satu ciri dari sejarahnya. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Hubungan antara sriwijaya dengan Negara diluar Indonesia bukan hanya dengan cina. Sebuah prasasti raja Dewapaladewa dari bengala, yang dibuat pada akhir abad IX menyebutkan sebuah biara yang dibuat atas perintah balaputradewa, maharaja dari suwarnadwipa. Prasasti ini dikenal dengan sebutan prasasti nalanda. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Sebuah prasasti raja Cola lainnya, yaitu prasasti dari Rajaraja I, di india selatan menyebutkan Marawijayottunggawarman raja dari Kataha dan Sriwijaya telah memberikan hadiah sebuah desa untuk diabdikan kepadan sang Buddha yang dihormati di dalam Cudamanivarmavihara, yang telah di dirikan oleh ayahnya di kota Nagipattana (Nagapatam sekarang). Prasasti ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang berbahasa sangsekerta, yang dibuat pada tahun 1044 dan bagian yang berbahasa tamil, yang dibuat pada tahun 1046. Selain hubungan baik dengan kerajaan Cola tadi, ada pula perang antar dua kerajaan ini, yaitu pada masa pemerintahan raja pengganti Rajaraja I, yang bernama Rajendracoladewa I. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

3. Perkembangan Perdagangan 

Letak geografis Sumatera yang telah di singgung di muka sesunggunya baik sekali untuk turut serta dalam kegiatan perdagangan internasional yang mulaiberkembang antara India dengan daratan Asian Tenggara sejak awal tarikh Masehi. Berita cina menyebut bahwa adat di Kan-t’o-li sama dengan adat di Kamboja dan Campa, ini berarti bahwa bagi orang-orang cina atau sumberberita mereka, keadaan di ketiga tempat tadi sama. Hal ini hanya dapat terjadi jika di antara ketiga tempat itu terjadi hubungan yang cukup intensif. Dengan sendirinya perkembangan perdagangan di dua tempat di daratan Asia Tenggara tadi juga berpengaruh di Sumatra. Besar kemugkinan bahwa dunia perdagangan di  Sumatra sejak semulah telah terlibat langsung dalam perdagangan dengan india. Letak selat malaka mengunndang perdagagan di daratan Asian Tenggara untuk meluas ke selatan. Pada saat Negara Cina terbuka unntuk Hasil-hasil Asia Tenggara, suatu hal yang baru terjadi setelah perdagangan dengan India berkembang, penduduk Sumatera khususnya di pantai timur, bukan awam lagi dalam perdagangan internasional. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Untuk kepentingan perdagangan, Sriwijaya tidak keberatan untuk mengakui Cina sebagai Negara yang berhakmenerima upeti. Ini adalah sebagian usaha  diplomatikaknya untuk menjamin agar Cina tidak membuka perdagangan langsung dengan Negara laindi Asia Tenggara, sehingga akanmerugikan perdagangan sriwijaya. Demikian baiknya kedudukan Sriwijaya dalam perdagangan dengan Cina hingga melalui perutusannya ia dapat mengusulkan perubahan-perubahan terhadap perlakuan parapejabat perdagangan Cina di kanton terhadap barang-barang Sriwijaya yang dirasakan merugikan.Perdagangan inilah yang membuat Raja memiliki kekayaan yang sangat besar. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993).

Mungkin ini saja sejarah tentang struktur birokrasi kerajaan sriwijaya, semoga artikel ini bermamfaat!!!


Referensi:

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka


0 Response to " Struktur Birokrasi, Perkembangan Perdagangan, Dan Hubungan Kerajaan Sriwijaya Dengan Luar Negeri"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel