Struktur Birokrasi Kerajaan Sriwijaya
Bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya (Candi Sipamutung) (Foto: @ Aksamala) |
ALUKTA OKY -- Dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan besar lainnya di jaman kuna Indonesia, Sriwijaya menunjukkan kekhasannya. Kerajaan Mataram jelas adalah sebuah Negara agraris yang mengutamakan pengamanan tata-pemerintahan dalam Negara. Sejumlah besar prasasti menunjukkan birokrasi yang memperhatikan sekali pelaksanaan berbagai aturan untuk menjamin ketenangan dalam Negara. Di samping prasasti-prasasti yang berisi pujian kepada dewa-dewa, telah ditemukan sejumlah besar prasasti yang mencatat pelaksanaan suatu keputusan raja, lengkap dengan perincian saksi dan hadiah yang mereka terima dalam perisitiwa tersebut. Telah pula ditemukan prasasti-prasasti yang mencatat penyelesaiannya hukum sengketan antara sesama warga masyarakat. Prasasti-prasasti demikian belum ditemukan di daerah Sriwijaya. Prasasti yang telah di temukan pada awalnya berasal dari abad VII atau VIII, yaitu masa awal tumbuhnya Sriwijaya sebagai suatu kekuatan. Dari prasasti-prasasti tersebut timbul kesan bahwa masa itu adalah masa penaklukan. Tentara Sriwijaya bergerak di seluruh negeri dalam suatu usaha pasifikasi.
Menarik pula bahwa sebagian dari prasasti-prasasti itu mengandung ancaman kutukan yang di tunjukkan kepada keluarga raja sendiri. Walaupun hal tersebut kedengarannya aneh, tetapi ada pendapat yang mengaggap hal itu mungkin. Sebabnya ialah karena keluarga raja yang diancam itu memang berada diluar pengawasan langsung. Mereka adalah anak-anak raja yang diberi kuasa di daerah-daerah.
Keadaan tersebut jika benar, menunjukan suatu sikap keras dari raja yang berkuasa. Suatu sikap yang tidak menghendaki kebebasan bertindak yang terlalu besar pada para penguasa daerah. Sikap demikian ini sebenarnya tidak mengherankan untu suatu Negara yang hidup di perdagangan.
Jika suatu Negara hidup dari perdagangan, berarti bahwa penguasa harus menguasai jalur-jalur perdagangan san pelabuhan-pelabuhan tempat barang-barang itu ditimbun untuk diperdagangkan. Penguasa Sriwijaya tidak dapat membenarkan sikap tidak setia, meskipun hanya sedikit, termasuk dari anaknya sendiri.
Walaupun masih banyak yang belum jelas mengenai sejarah Sriwijaya pada saat ini, tetapi apa yang telah Nampak menggambarkan kepada kita sebuah Negara maritim yang besar, karena menyertai perdagangan internasional yang menghampiri daerahnya. Dalam proses tersebut Sriwijaya telah menggambarkan ciri-ciri yang khas. Ciri-ciri ini berbeda dengan ciri-ciri kerajaan Mataram misalnya, yang merupakan sebuah kerajaan yang lebih bersifat agraris.
Sebagai sebuah Negara meritim yang berdagang, Sriwijaya telah mengembangkan suatu tradisi diplomasi yang menyebabkan kerajaan kerajaan tersebut lebih metropolitan sifatnya. Untuk dapat mempertahankan perannya sebagai Negara berdagang, Sriwijaya lebih memerlukan kekuatan militer yang dapat melakukan gerakan ekspedisioner daripada sebuah Negara agraris.
Suatu penguasaan langsung atas daerah kekuasaannya lebih mutlak diperlukan daripada disebuah Negara agraris, seperti yang umum berkembang du pulau jawa dan memberikan kekuasaan serta kekbebasan yang cukup besar kepada para penguasa daerah atau rakai-nya.
Sebaliknya kelangsungan Negara Sriwijaya lebih tergantung dari pola-pola perdagangan yang berkembang, sedangkan pola-pola tertentu tidak sepenuhnya dapat dikuasainya. Seperti terbukti pada perkembangan sejarahnya, maka ketika orang-orang Cina mulai ikut berdagang di kawasan selatan, peranan Sriwijaya berkurang sebagai pangkalan utama perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina. Sejak Abad XII, Sriwijaya hanyalah salah satu tempat yang di kunjungi pedagang-pedagang Cina. Peranan ini semakin berkurang setelah orang-orang Cina membawa sendiri keperluan mereka ke negerinya. Tempat-tempat penghasil berang dagangan yang tadinya mengumpulkan barang dagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan di daerah kekuasaan Sriwijaya, tidak perluh lagi berbuat demikian karena para pedagang Cina menyinggahi pelabuhan-pelabuhan mereka. Utusan dari negeri-negeri ini makin banyak muncul di istana kaisar Cina. Daerah-daerah taklukkan Sriwijaya di sepanjang pesisir selat Malaka, mulai bertindak sebagai negeri yang langsung memberikan upeti ke negeri Cina. Jika dengan demikian mereka dianggap setaraf dengan Sriwijaya. Negeri itu di antara lain Kampe dan Lamuri di Sumatera Utara.
Keadaan tersebut di atas ditambah pula dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan di jawa, yang relative lebih stabil, karena dasar agrarisnya dan telah mengebangkan suatu birokrasi yang mengadung potensi sebagai pendukung perkembangan kea rah terjadinya suatu Negara agraris yang juga berdagang.
Pada Abad X mulai timbul bentrokan-bentrokan dengan kerajaan Mataram, Jawa Timur. Utusan Sriwijaya yang datang di Kanton pada tahun 988, dalam perjalanannya pulang, mereka tertahan di Cina selatan. Mereka terpaksa kembali lagi ke Cina. Pada tahun 992, mereka berusaha kembali lagi ke Sriwijaya, tetapi di Campa mereka mendengan negerinya sedang berperang dengan Jawa. Mereka kembali lagi dan menghadap kaisar untuk memohon dekrit yang dapat mengatur keadaan di kawasan selatan. Apakah dekrit itu di peroleh, tidak jelas. Tetapi bagaimanapun juga jelas bahwa Sriwijaya tidaklah sama kedudukannya di Asia Tenggara dengan satu-dua abad sebelumnya. Kerajaan-kerajaan lain di Indonesia mulai berusaha memperoleh hagemoni yang berada di tangan Sriwijaya.
Demikian Ringkasan Sruktur Birokrasi Kerajaan Sriwijaya, Semoga artikel ini bermamfaat!!!
0 Response to "Struktur Birokrasi Kerajaan Sriwijaya "
Post a Comment