Sekilas Mengenai Letak Dan Asal Mula Munculnya Kerajaan Melayu, Di Sumatra

photo by: Aji nugroho
Alukta Oky -- Sejarah merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Sejarah dapat kita temukan di berbagai kitap kuno, prasasti-prasasti, dan bahkan cerita turn-temurun dari Rakyat. Sama halnya dengan kerajaan Melayu, yang di ceritakan di dalam kitab dinasti Liang, kita peroleh keterangan bahwa antara tahun 430-475 Masehi beberapa kali utusan dari Ho-lo-tan dan kan-t’o-li ini terlletak di salah satu pulau di To-lang,  po-hwang. Kan-t’o-li ini terletak di salah satu pulau di laut selatan. Adat kebiasaanya serupa dengan di kamboja dan Campa. Hasil negerinya yang terutama pinang, kapas dan kain-kain berwarna. Sedabgkan, dalam kitap sejarah dinasti Ming di sebutkan bahwa san-fo-sai dahulu di sebut juga kan-t’o-li. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 78).

Menurut G. Ferrand Kan-t’o-li di dalam berita Cina ini mungkin sama dengan Kandari yang terdapat didalam berita dari Ibn Majid yag berasal dari tahun 1463 Masehi. Karena San-fo-si  di identifikasikan di sumatera dengan pusatnya di Palembang. Kemudian, To-lang Po-wang di samakan dengan Tulangbawang. Dalam hubungan ini Poerbatjaraka juga menduga bahwa To-lang dan Po-hwang yang disebut di dalam dinasti liang, merupakan sebuah kerajaan di daerah aliran sungai Tulangbawang ini kemudian ditaklutkan oleh kerajaan lain. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 78).

Sementara itu, J.L. Moens mengidentifikasikan Singkil Kandari dalam berita Ibn Majid dengan Kan-t’o-li di dalam kitap sejarah dinasti Liang dan Ming. Sedangkan yang dimaksud dengan sam-fo-tsi ialah melayu. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 78).

Pendapat lain mengenai Kan-t’o-li di kemukakan oleh J.J . Boeles. Ia mengatakan bahwa Kan-t’o-li yang disebut di dalam berita cina itu mungkin ada di Muangthai Selatan. Pendapatnya ini didasarkan atas adanya sebuah desa yang bernama Khantuli di pantai timur Mungthai Selatan. Pendapat Boeles ini di tentang oleh O.W. Wolters, iya menyatakan bahwa Kan-t’o-li itu tidak mungkin ada di Muangthai selatan, karena di desa Khantuli sama sekali tidak di temukan keramik Cina dari jaman Sung Lama. Ia cenderung untuk menempatkan Kan-t’o-li  di Palembang, karena San-fo-tsi biasa dihubungkan dengan palembang. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 79).

Sebuah kisah yang menarik ialah sebagai berikut: “pada masa pemerintahan kaisar Hia-wu (452-464) Kan-t’o-li mengirimkann seorang utusan dengan berbagai barang berharga sebagai upeti. Pada tahun 504, raja Kann-t’o-li yang bernama K’iu-t’an-sieu-pa-t’o-lo (Gautama subadra) bermimpi seorang pendeta Buddha yang menganjurkan untuk memberi penghormatan kepada kaisar Cina. Setelah ia bangun ia membuat lukisan seorang kaisar Cina. Lukisan itu kemudian di bandingkan dengan sebuah lukisan kaisar Cina  yang di bawah oleh utusannya yang kembali dari Negara Cina. Ternyata lukisan yang di but oleh raja mirip sekali dengan lukisan dari Cina. Anaknya yaitu Vijayavarman, mengirimkan utusan membawa sepucuk surat yang berisi puji-pujian terhadap kaisar yang menganut agama Buddha". Dari berita-berita ini Nampak sekalih bahwa raja Kan-t’o-li berusaha sekali untuk menyenangkan perasaan kisar Cina. Hal ini dapat kita mengerti karena Cina memang merupakan sebuah Negara besar yang dapat menjadi pasaran yang baik bagi perdagangannya. Hasil yang terutama dari Kan-t’o-li ialah kain-kain berwarna, kapas dan pinang. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 80).

Selanjutnya dari kitab sejarah dinasti T’ang kita menjumpai untuk pertama kalinya pemberian tentang datangnya utusan dari daerah Mo-lo-yeu di Cina pada tahun 644 dan 645. Nama Mo-lo-yeu ini mungkin dapat hubungkan dengan kerajaan melayu, yang letaknya di pantai timur Sumatra dengan pusatnya di sekitar Jambi. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 80).

Sekitar  tahun 672 masehi I-tsing, seorang pendeta Buddha dari Cina, dalam perjalanannya dari Kanton menuju india, singga di She-li-fo-she selama 6 bulan untuk belajar tata bahasa sangsekerta. Menurut I-tsing ada sekitar 1000 oorang pendeta di She-li-fo-she yang menguasai pengetahuan agama seperti halnya di madhyadesa (India). Dari She-li-fo-she I-tsing berlayar ke Mo-lo-yeu dengan menggunaka kapal raja. Ia tinggal di Mo-lo-yeu selama dua bulan. Seanjutnya ia berlayar ke Kedah (Chieh-cha) selama lima belas hari. Pada bulan ke-12 ia meninggalkan kedah menuju ke Nalanda, ia berlayar selama dua bulan. Ketika kembali dari Nalanda pada tahun 685, I-tsing singgah lagi di Kedah. Kemudian pada musim dingin ia berlayar ke mo-lo-yeu yang sekarang telah menjadi Fo-she-to dan tinggal di sini sampai  pertengahan musim panas, lalu ia berlayar selama satu bulan menuju Kanton. Dari keterangan tadi dapat di simpulkan bahwa sekitar tahun 685 kerajaan Sriwijaya telah mengembangkan kekuasaanya dan salah saatu Negara yang di taklutkannya ialah melayu. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 80).

Mengenai letak melayu ini ada sedikit perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Ada yang menduga Melayu ini terletak di daerah jambi sekarang. Tetapi dari sumber-sumber yang kemudian, orang mengatakan Melayu letaknya disemenanjung Tanah Melayu.Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 81).

Dari berita I-tsing kita ketahui bahwa dalam perjalanan dari india ke Cina orang melalui pelabuhan Melayu. Dari pelabuhan ini orang naik perahu ke arah utara menuju Kwang-tung. Pelayaran dari sriwijaya ke melayu memakan waktu 15 hari lamanya. Dari Melayu untuk menuju ke Chien-cha orang harus berganti arah yaitu ke utara dan lamanya pelayaran 15 hari. Jika demikian, jarak antara Melayu dengan Sriwijaya kurang lebih sama dengan Melayu-Kedah (Chieh-cha). Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 81).

Satu hal yang menari perhatian dari cerita perjalanan I-tsing ialah pernyataan bahwa dari Melayu ke Kedah ia “berganti arah”. Menurut Moens berarti arah Melayu – Sriwijaya haruslah barat-laut – Tenggara, karena arah Melayu – Kedah ialah Tenggara – Berat-laut. Berdasarkan hal ini Moens menempatkan Sriwijaya sebelum pindah ke daerah Muara Takus, terletak di daerah Timur jazirah Malakah. Pernyatanya ini ia hubungkan dengan prasasti Keduka Bukit, yang menurut anggapannya merupakan peringatan penguasaan Melayu dan Sriwijaya. Setelah penguasaan melayu, pusat kerajaan sriwijaya tidak berpindah ke Palembang tetapi ke daerah Muara Takus. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 82).

Slametmuijana berdasarkan keterangan I-sting menyimpulkan bahwaa pada abad VII, Melayu terletak di muara Sungai Batanghari atau sama dengan kota Jambi sekarang. Sementara itu Soekmono menyatakan bahwa dari segi erkeologonya tidak ada bahan yang dapat menyokong pendapat Moens untuk menempatkan Sriwijaya di Muara Takus. Di tambah dengan hasil rekontruksi Pantai Daerah Pekanbaru Dan Rengan, yang tidak menghasilkan unsur-unsur yang cukup kuat untuk menempatkan sriwijaya di daerah khatulistiwa, maka kiranya dapat di simpulkan bahwa kedudukan jambi semakin kuat sebagai pusat Sriwijaya,kalau saja dapat  di pastikan bahwa Melayu bukan di Jambi letaknya. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 82).

Pendapat terbaru mengenai letak Melayu di kemukakan  oleh Boechari pada Abad VII, dalam analisisnya mengenai perjalanan I-tsing dari Sriwijaya ke india, terutama mengenai perjalanan dari melayu ke Kedah. Dari berita I-tsing di atas, Boechari menyatakan bahwa melayu terletak di tengah perjalanan Sriwijaya(di daerah batang kuantan). Tetapi dalam hal ini ia lebih cenderung untuk menempatkan Melayu di pantai timur Sumatera, sebab I-tsing merubah arah pelayarannya untuk mencapai ke Kedah. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (jakarta, 1993: 83).

Mungkin ini saja informasi tentang letak dan asal mula munculnya kerajaan melayu, semoga artikel ini bermamfaat!!!


Referensi:

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka

0 Response to "Sekilas Mengenai Letak Dan Asal Mula Munculnya Kerajaan Melayu, Di Sumatra"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel